24 Februari 2009

Pemberdayaan Politk Dan Transformasi Politik




Lanjutan; MATERI PEMAHAMAN POLITIK





Pemberdayaan Politk Dan Transformasi Politik


Untuk memperlihatkan sebuah perubahan paradigmatik, para ilmuan politik dalam mengkaji perubahan (transformasi) politik. Pembangunan politik konon adalah percikan liberal para ilmuan politik barat yang dimaksudkan untuk merekayasa sebuah bangunan politik dan mengelola perubahan-perubahan politik di negara-negara ke dunia tiga. Pembangunan politik yang diterapkan pada tahun 1960-an terbukti telah gagal, karena tidak mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi sejak dekade 1970-an, yaitu munculnya otoritarianisme yang dipandegani oleh militer, yang malah diyakini sebagai Pilar Utama Pembangunan Ekonomi (pendalaman Kapitalisme). Kritik dan gerakan melawan pembangunan politik model barat dan perubahan politik di dunia ketiga berlangsung, untuk mengelola transformasi politik yang lebih humanistik yang berpusat pada masyarakat ketimbang negara.
Pemberdayaan politik bukan hanya sekedar konsep yang akan diperdebatkan dalam arena ilmu politik, tetapi sebagai sebuah “Gerakan” kritis dan emansipatoris yang berpusat pada civil society, untuk mewujudkan visi politik “Politik Transformatif”. Disini ada beberapa bagian untuk mencapai transformasi politik yang lebih humanistik, yang berpusat pada masyarakat ketimbang negara.

A.Gerakan Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan sebuah gerakan perlawanan pembangunan alternatif terhadap hegemoni developmentalisme (teori modernisasi). Dudley Seer (1969), memulai pernyataan kritis itu telah mengundang upaya serius untuk memikirkan kembali doktrin-doktrin pembangunan. Gerakan pemberdayaan ini dimaksudkan agar masyarakat benar-benar paham tentang; apa itu politik, bagaimana proses politik itu berjalan, apa yang menjadi hal-hal pokok dalam pembahasan politik itu sendri nantinya.
1.Politik adalah suatu sistem dimana pemerintah harus melewati mekanisme-mekanisme yang dibangun didalamnya.
2.Politik itu berjalan sesuai dengan perkembangan zaman yang ada dan mengatur tentang dalil-dalil yang ada dalam organisasi yang dinamakan negara.
3.Yang menjadi hal pokok bagi pembahasan politik adalah guna menjadikan negara yang demokrasi (persamaan hak dalam hukum).

Gerakan pemberdayaan yang mengkritisi tradisi positivisme dalam ilmu sosial dan hegemoni modernisasi (developmentalisme) dalam studi pembangunan. Teori modernisasi lahir sebagai peristiwa penting dunia setelah perang dunia ke II. Pertama, setelah munculnya Amerika Serikat (USA) sebagai negara adikuasa pada tahun 1950-an Amerika Serikat menjadi pemimpin dunia, sejak pelaksanaan Marshall plan yang diperlukan membangun kembali Eropa Barat setelah perang dunia ke II. Kedua, terjadi perluasan komunisme di seantero jagad yang di prakarsai Uni Soviet (US) dan memperluas pengaruhnya ke Eropa Timur dan Asia (Cina dan Korea). Hal ini mendorong Amerika Serikat untuk berusaha membendung penyuburan ideologi komunisme. Ketiga, lahirnya negara-negara baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin yang sebelumnya merupakan wilayah koloni negara-negara Eropa dan Amerika. Negara-negara tersebut mencari model-model pembangunan yang bisa digunakan untuk membangun ekonomi dan mencapai kemerdekaan politiknya. Hal ini membuat elite politik Amerika berusaha mendanai dan memfasilitasi para ilmuan untuk mempelajari permasalahan yang terjadi di negara-negara dunia ke tiga. Hal ini dilakukan bukan semata-mata (murni) untuk pembangunan diwilayah dunia ketiga, tetapi juga sebagai langkah awal untuk menghindari kemungkinan jatuhnya negara baru tersebut ke pangkuan Uni Soviet. Dengan demikian membuat karya kajian teori modernisasi merupakan industri yang tumbuh segar sampai pertengahan 1960-an.

Gerakan pemberdayaan ini diawali dari munculnya paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (rakyat), yang konon diakui sebagai “Pembangunan Alternatif”. David Korten, misalnya, menyebut ciri-ciri pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai berikut, pertama, logika yang dominan dari paradigma ini adalah logika mengenai suatu ekologi manusia yang seimbang; kedua, sumber daya utama berupa sumber daya informasi dan prakarsa kreatif yang tidak ada habis-habisnya; dan ketiga, tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi manusia. Paradigma ini memberi peran kepada individu bukan sebagai objek, melainkan sebagai "aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya" (Korten,1988; 374). Konsekuensinya, pembangunan yang berpusat pada rakayat memberikan nilai yang sangat tinggi pada inisiatif dan sistem untuk mengorganisasikan diri sendiri melalui satuan-satuan organisasional yang berskala manusiawi dan komunitas-komunitas yang mandiri.model pembangunan ini mempunyai perbedaan fundamental didalam karakteristik dasar-dasar dibandingkan dengan strategi pertumbuhan atau strategi kebutuhan dasar yang selama ini mendominasi agenda pembangunan di dunia ke tiga, termasuk indonesia.
Moeljarto Tjokrowinoto, memberikan deskripsi mengenai ciri-ciri pembangunan yang berpusat pada rakyat; pertama, prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diletakan pada masyarakat itu sendiri. Maka dasar interprestasi pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah Asumsi bahwa manusia adalah sasaran pokok dan paling strategies. Maka pembangunan juga meliputi usaha terencana untuk meningkatkan kemampuan dan potensi manusia serta mengerahkan minat mereka untuk ikut serta dalam proses pembuatan keputusan dan juga pengambilan kebijakan dalam berbagai hal yang memiliki dampak bagi mereka dan mencoba untuk mempromosikan kekuatan manusia, bukan mengabadikan ketergantungan yang menciptakan hubungan antara birokrasi negara dengan masyarakat.

22 Februari 2009

Materi pemahaman politik di papua


Materi pemahaman politik di papua

"Orang bijak melihat ada hal-hal yang lebih berharga dari pada hidup, dan lebih mengutamakan hal-hal tersebut dari pada hidup itu sendiri”.
(J.J. Roseaou)
"Upaya pencarian makna di tengah kemajuan teknologi akan menjanjikan harapan (rising expectation) atau bahkan menimbulkan frustasi (rising frustation)”.
(Jhon Naisitt, Nana Naisbit, Dougllas Philips)

1. Politik

Pengertian politik itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala sosial yang selalu berubah, dan juga mempelajari tentang manusia sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk individu yang bisa rasional dan juga bisa irasional.
Dalam kajian politik ini ada lima (5) pandangan mengenai politik yang perlu kita ketahui:

1.Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewuudkan kepentingan bersama (aliran klasik) pandangan ini bersifat normatif
2.Politk adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah (pendekatan kelembagaan).
3.Politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat (pendekatan kekuasaan).
4.Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebutuhan umum (pendekatan fungsionalisme)
5.Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting (pendekatan konflik)

Manusia yang bijak dan cerdas setidaknya memiliki karakter sebagai seorang yang selalu berusaha mengoptimalkan nalar dam memiliki kematangan berpikir. Mulut bisa diam diam namun otak selalu berbicara, bahkan dalam mengejar seuatu yang memang penting tidaklah bijaksana untuk melibatkan emosi secara mendalam. Sebab tidak ada permasalahan tanpa penyelesaiannya.
(betrand Russel, The Conquest of happiness, london unwin bokks, 1975, hal180-181)

kehidupan manusia saat ini sudah pada sampai pada keadaan krisis multidimensional yaitu krisis intelektual, moral, spiritual, sebagai alur-alur politik yang seharusnya berjalan sesuai dengan jalurnya, sekarang telah dibengkokkan dan tidak lagi berjalan diatas rel politik yang sesungguhnya. Kalaupun ada usaha untuk menyelesaikannya, itu hanya berupa coba-coba dari fungsi intelektual yang ingin memetakan kapasitasnya untuk menyelesaikan “kehidupan buruk” bangsa ini. Dari hasil pemikiran diatas maka timbul suatu pertanyaan; apakah dengan material yang mencukupi itu, menjamin tercapainya kebahagiaan hidup? Maka jawaban dari saya adalah jika kebahagiaan dibangun diatas material dan itu adalah dari hasil tipu daya yang dilakukan oleh elite politik, baik daerah maupun nasional. Maka kebahagiaan itu tidak akan bertahan lama, dia akan mudah runtuh dan hancur.



Asumsi kedua yang juga perlu diketahui dalam hal berpolitik adalah
1.Setiap masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber sehingga konflik selalu timbul dalam proses penentuan distribusi
2.Kelompok yang dominan (pemerintah) menentukan distribusi atau mengalokasikan melalui keputusan politik
3.Pemerintah mengalokasikan kebeberapa kelompokdan individu, tetapi mengurangi atau tidak mengalokasikan kepada individu atau kelompok yang lain. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan pemerintah tidak pernah menguntungkan semua pihak
4.Ada tekanan terus-menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka
5.Tekanan-tekanan tersebut membuat kelompok atau individu yang diuntungkan berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan tersebut
6.Semakin mampu pemerintah meyakinkan bahwa sistem politik yang ada memiliki legitimasi, maka semakin mantap penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yng menghendaki perubahan
7.Banyak kebijakan ideal yang dimasukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, ternyata hanya berupa pemecahan yang semu, sebab sulit untuk dilaksanakan dalam kenyataannya
8.Dalam politik tidak ada yang serba gratis, maksudnya setiap aksi yang dilakukan selalu ada ongkos yang harus di bayar atau resiko yang mesti ditanggung.

Dengan demikian maka sistem politik yang dijalankan oleh elit politik, baik itu di daerah atau lokal maupun nasional adalah politik adu domba yang telah diadopsi dari zaman kolonial Belanda

Berikut tokoh-tokoh politik yang pertama mempelopori politik

1.Plato; zaman yunani kuno (427-347 sm)dan Aristoteles (384-322 sm)
2.Dante; abad pertengahan (sebelum abad 15) dititik beratkan pada hubungan antara negara dengan gereja
3.Nichollo Machiaveli; permulaan zaman modern (1429-1527) perhatinnya pada negara dan pemerintah dalam bukunya the prince yang memisahkan politik dari etika
4.Thomas Hobbes; zaman modern pada abad 16,17 dan 18 (1588-1676), Jhon Locke (1632-1704), Montesqieu (1689-1755) dan J.J Rosseau (1712-1778) perhatian banyak orang yang ditujukan kepada buku dan lembaga-lembaga negara.
5.Charles E, Merriam dan George E. G. Catlin; abad 19 dan20


Baca selanjunya di Episode/ postingan berikutnya.....